LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BEDAH DENGAN GAGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL: FARTUR DI RUANG
MELATI 1 RSUD DR DRAJAT PAWIRANEGARA
NAMA
: TASBIHUL ANWAR
NIM
: 5016041139
PROGRAM
STUDY PROFESI NERS
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG-BANTEN
2016/2017
DEFINISI
PENYAKIT
Fraktur adalah
patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh
dan luka (Bleby & Bishop, 2015).
Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur adalah setiap retak atau
patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar
jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan
luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014).
Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur
dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah
diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan yang
mendadak atau tidak atau kecelakaan.Suddarth (2012:2353)
Fraktur adalah
terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan. Santoso
Herman (2013:144)
Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2013:43)
Fraktur adalah
patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan
tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2013:625)
ETIOLOGI
Fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor.
Penyebab patah
tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito
(2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges,
2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).
Menurut (aragon,
2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma langsung/ direct
trauma
Yaitu
apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2) Trauma yang tak langsung/ indirect
trauma
Misalnya
penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan
3) Trauma ringan pun dapat menyebabkan
terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
4) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah
tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntir
KLASIFIKASI
Fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor.
Penyebab patah
tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2014:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan
langsung
Kekerasan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
2) Kekerasan tidak
langsung
Kekerasan tidak
langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan
akibat tarikan otot
Patah tulang
akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur
terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu
trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
3) Fraktur
Patologik
Stuktur yang
terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
Klasifikasi fraktur secara umum :
1)
Berdasarkan tempat (Fraktur humerus,
tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2)
Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur:
a.
Fraktur komplit (garis patah melalui
seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
b.
Fraktur tidak komplit (bila garis patah
tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3)
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis
patah :
a.
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis
patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b.
Fraktur Segmental: fraktur dimana garis
patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c.
Fraktur Multiple: fraktur dimana garis
patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang samaa
4)
Berdasarkan posisi fragmen :
a.
Fraktur Undisplaced (tidak
bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
b.
Fraktur Displaced (bergeser):
terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen
5)
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang
ditimbulkan).
a.
Faktur Tertutup (Closed),
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
a)
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
b)
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
c)
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d)
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
e)
Fraktur Terbuka (Open/Compound),
bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
i.
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
ii.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.
iii.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
6)
Berdasar bentuk garis fraktur dan
hubungan dengan mekanisme trauma :
a.
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c.
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e.
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
7)
Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b.
Adanya dislokasi
·
At axim : membentuk sudut.
·
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
·
At longitudinal : berjauhan memanjang.
·
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8)
Berdasarkan posisi frakur
Sebatang
tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
d. Fraktur
Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang
berulang-ulang.
e. Fraktur
Patologis : Fraktur yang
diakibatkan karena proses patologis tulang.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Artery
Pecahnya
arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan
dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot
yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan
keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi
ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan
sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan
dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System
pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler
Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang
baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala
dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam
periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai
dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock
terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah
infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,
fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan
fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan
tertunda)
Delayed
Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah
ke tulang.
b. Non union (tak
menyatu)
Penyatuan
tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan
fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya
patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan
penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.
STADIUM
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang
bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh
darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi
Seluler
Pada
stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan
yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel
yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila
aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur
telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan
tulang yang cedera.
2.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3.
Arteriogram : dilakukan bila ada
kerusakan vaskuler.
4.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
5.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit
dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap
Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan
fraktur adalah :
1.
Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang
timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut,
dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi
(tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai
dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang
b. Pemasangan gips
Merupakan
bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal
adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :
·
Immobilisasi dan penyangga fraktur
·
Istirahatkan dan stabilisasi
·
Koreksi deformitas
·
Mengurangi aktifitas
·
Membuat cetakan tubuh orthotik
·
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemasangan gips adalah :
·
Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
·
Gips patah tidak bisa digunakan
·
Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
·
Jangan merusak / menekan gips
·
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
·
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama
·
2. Untuk menghasilkan dan
mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai
dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu,
fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya
sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode
pemasangan traksi antara lain :
·
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur,
dan pada keadaan emergency
·
Traksi mekanik, ada 2 macam :
o
Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang
lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
o
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
§ Mengurangi
nyeri akibat spasme otot
§ Memperbaiki
& mencegah deformitas
§ Immobilisasi
§ Difraksi
penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
§ Mengencangkan
pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
§ Tali utama
dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
§ Berat
ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
§ Pada
tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
§ Traksi dapat
bergerak bebas dengan katrol
§ Pemberat harus
cukup tinggi di atas permukaan lantai
PEMBEDAHAN
PENGERTIAN ORIF
ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang
yang mengalami fraktur.
Tujuan dari
operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan
tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers
PENGERTIAN OREF
OREF adalah reduksi terbuka dengan
fiksasi internal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di
bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal
kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan
yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah
terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar
berikut ini :
1. Indikasi
a) Fraktur terbuka
grade II dan III
b) Fraktur terbuka
yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c) Fraktur yang
sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d) Fraktur yang
disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
e) Fraktur pelvis
yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f) Fraktur yang
terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g) Non union yang
memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h) Kadang – kadang
pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
2.
Keuntungan dan Komplikasi Eksternal Fiksasi
Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien ,
mobilisasi awal da latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena
disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan
Sedangkan komplikasinya adalah :.
a) Infeksi di
tempat pen ( osteomyelitis ).
b) Kekakuan
pembuluh darah dan saraf.
c) Kerusakan
periostium yang parah sehingga
terjadi delayed union atau non union .
d) Emboli
lemak.
e) Overdistraksi
fragmen.
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) NIdentitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada
kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking
Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of
Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region :
radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity
(Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa
lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetic
6) Riwayat Psikososial
Merupakan
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada
klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
c. Pola Eliminasi
Untuk
kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d. Pola Aktivitas
Karena
timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
e. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak
yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur
h. Pola Reproduksi Seksual
Dampak
pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya
i.
Pola
Penanggulangan Stress
Pada
klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
j.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi
dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu
menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
1.Kesadaran penderita: apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2.Kesakitan,
keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
3.Tanda-tanda vital tidak normal karena
ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
§ Sistem Integumen
o
Terdapat
erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
§ Kepala
o
Tidak
ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
§ Leher
o
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
§ Muka
o
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak
ada lesi, simetris, tak oedema.
§ Mata
o
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan)
·
Telinga
o
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
§ Hidung
o
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
§ Mulut dan Faring
o
Tak
ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
§ Thoraks
o
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
§ Paru
·
Inspeksi
1. Pernafasan
meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
·
Palpasi
2. Pergerakan sama
atau simetris, fermitus raba sama.
·
Perkusi
3. Suara ketok sonor, tak ada erdup
atau suara tambahan lainnya.
·
Auskultasi
4. Suara nafas
normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat,
iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada
mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar,
simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik,
tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan
gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik
usus normal ± 20
kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan
proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk
status neurovaskuler à 5 P
yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa
yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks
(jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape
au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan
atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan,
pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi
dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan
(gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan
palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary
refill time à Normal > 3 detik
(2) Apabila
ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
(3) Nyeri
tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau
konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel,
kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral)
atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
NO
|
DATA PENUJANG
|
ANALISA DATA & PATOFLOW
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
1
|
DS:
·
Klien mengeluh nyeri
DS:
·
Biasanya klien tampak
meringis
·
Tanda-tanda vital menigkat
·
Sekala nyeri menigkat
·
Terdapat luka tekan
|
Kecelakaan
tarauma langsung
tekanan padatulang
tidak mampu meredam energy
yang terlalu besar
fraktur
merusak jaringan sekitar
pelepasan mediator nyeri
(histamine, prostaglandin,
bradi kinin, serotonin)
Ditangkap resepator nyeri
perifer
Inflak ke otak
Persepsi nyeri
nyeri
|
Nyeri
|
ANALISA KEPERAWATAN
NO
|
DATA PENUJANG
|
ANALISA DATA & PATOFLOW
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
2
|
DS: -
DS:
·
Adanya luka post oprasi
·
Luka masih basah
·
Terjadi peningkatan leukosit
·
Luas pembedahan bertanbah
·
Terdapat tanda-tanda infeksi
·
Luka menjadi bau
|
Kecelakaan
tarauma langsung
tekanan padatulang
tidak mampu meredam energy
yang terlalu besar
fraktur
prosedur post oprasi
dilakukan tindakan
pembedahan
terputusnya kontuinitas
jaringan
luka masih bsah
tempat yang baik untuk
mikroorganisme
resiko infeksi
|
Resiko infeksi
|
ANALISA KEPERAWATAN
NO
|
DATA PENUJANG
|
ANALISA DATA & PATOFLOW
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
3
|
DS:
·
Biasanya klien mengatakan
ingin cpat sembuh
DS:
·
Gelisah
·
Insomnia
·
Ketakutan
·
Focus pada diri
·
kekhawatiran
|
Kecelakaan
tarauma langsung
tekanan padatulang
tidak mampu meredam energy
yang terlalu besar
fraktur
prosedur post oprasi
dilakukan tindakan
pembedahan
kurang pengetahuan tentang
penyakitnya
tidak mengetahui prosedur
perawatan luka
cemas
|
Cemas
|
ANALISA KEPERAWATAN
NCP (RENCANA KEPERAWATAN)
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
RENCANA KEPERAWATAN
|
|
|
TUJUAN
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
|
||
1
|
Nyeri
berhubungan dengan luka post oprasi di tandai dengan
DS:
·
Laporan secara verbal tentang nyeri
DO:
·
Posisi untuk menahan nyeri
·
Tingkah laku berhati-hati
·
Ganguan tidur
·
Terfokus pada diri sendiri
·
TTV Meningkat
·
Sekala nyeri meningkat
·
Tampak luka tekan
|
NOC
o Pain level
o Pain control
o Compont level
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama…………..diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan criteria hasil:
ü Mampu
mengontrol nyeri
ü Melaporkan
nyeri berkurang
ü Sekala nyeri
berkurang
ü TTV dalam
rentang normal
ü Tidak mengalami
ganguan tidur
ü Tidak terdapat
luka tekan
|
1) Lakukan
pengkajian secara komprensif termasuk lokasi karakteristik dan durasi
2) Observasi TTV
3) Kontrol
lingkungan mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
4) Bantu klien dan
keluarga untuk mencari menemukan dukungan
5) Ajarkan tentang
therapy non farmakologi
ü Teknik nafas
dalam
ü Distraksi
ü Rileksasi
ü Kompres hangat
6) Tingkatkan
istirahat
7) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik
8) Monitor vital
sign sebelum dan sesudah analgetik pertamakali
|
NCP (RENCANA KEPERAWATAN)
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
RENCANA KEPERAWATAN
|
|
|
TUJUAN
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
|
||
2
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan ditandai dengan
DS:
-
DO:
·
Adanya luka post oprasi
·
Mengobservasi apakah luka masih basah
·
Hasil LAB,Leukosit meningkat
·
TTV meningkat terutama suhu
·
Luas luka bertambah
·
Terdapat tanda-tanda infeksi
·
Luka menjadi bau
|
NOC
o Immune status
o Infection
status
o Risk kontrol
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama………….. diharapkan masalah keperawatan dapat
teratasi dengan criteria hasil:
ü Klien bebas
dari infeksi
ü Menunjukan
kemampuan untuk mencegah infeksi
ü Luka cepat
sembuh
ü Jumlah leukosit
dalam batas normal
ü TTV Normal
terutama suhu
ü Tidak ada luka
tekan
|
1) Pertahankan
teknik asptik
2) Batasi
pengunjung
3) Cuci tangan
setiap dan sesudah tindakan keperawatan
4) Tingkatkan TTV
5) Monitor tanda
dan gejala infeksi sistemik dan local
6) Pertahankan
teknik isolasi
7) Mengevaluasi suhu
tubuh setiap 4 jam
8) Lakukan
perawatan luka steril
9) Kolaborasi
dengan dokter pemberian antibiotic
10) Ajarkan klien
dan keluarga tanda dan gejala infeksi
|
NCP (RENCANA KEPERAWATAN)
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
RENCANA KEPERAWATAN
|
|
|
TUJUAN
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
|
||
3
|
Cemas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya
DS:
-
·
Biasanya klien mengatakan ingin cepat sembuh
·
Kelien mengatakan ingin cepat pulang
DO:
·
Gelisah
·
Insomnia
·
Resah
·
Ketakutan
·
Focus pada diri sendiri
·
khawatiran
|
NOC
o control
kecemasan tentang penyakit
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama………….. diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan criteria hasil:
ü klien mampu
mengidentivikasi dan mengatasi kecemasan
ü tidak gelisah
ü tidak cemas
ü tidak resah
ü tidak insomnia
ü tidak ketakutan
ü tidak khawatir
|
1) gunakan
pendekatan yang menyenangkan
2) jelaskan semua
prosedur keperawatan yang akan di berikan
3) temani kilen
untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
4) berikan
informasi actual mengenai diagnosis, dan informasi penyakit
5) libatkan
keluarga untuk mendampingi klien
6) dengarkan
dengan penuh harapan
7) melakukan
penkes tentang penyakitnya
8) intruksikan
klien untuk mengunakan teknik rileksasi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku
Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E.,
2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan
Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta:
Fitramaya
Johnson, M., et all. 2014. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all.
1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2013. Panduan
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2013, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Brunner
dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Carpenito
(2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Doenges
at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herman
Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
No comments:
Post a Comment